Pernah nggak sih, kamu tiba-tiba denger lagu tertentu, trus tiba-tiba keingetan seseorang? Atau nemu barang kecil yang ia tinggalin, terus rasa kangen itu datang menggumpal di dada? Nah, puisi ‘Masih Terngiang’ muncul dari salah satu momen kaya gitu, lho. Buat kalian yang lagi LDR, atau mungkin lagi kangen berat sama seseorang yang jauh—entah masih ada di hidup kalian atau udah jadi kenangan aja—semoga kalian bisa nemuin sedikit kehangatan di sini. Soalnya rindu emang suka bikin sesek, tapi di sisi lain, itu ngingetin kita betapa berharganya orang itu. Kalo kalian juga pernah ngerasain hal yang sama, mungkin puisi ini bisa jadi ‘teman curhat’ di saat-saat sepi…
Masih Terngiang
Aku masih menyimpan namamu,
Di antara debu-debu waktu yang berderai,
Seperti daun kering di musim gugur,
Tak pernah benar-benar pergi
hanya diam, mengingat.
Suaramu masih terngiang,
Mengisi ruang sunyi yang kusebut kamar,
Kadang kubayangkan kau ada di sini,
Menertawakan betapa rapuhnya aku tanpamu.
Kita pernah berjanji pada bintang,
Tapi kini langit malam hanya memantulkan rindu,
Bintang-bintang itu masih bersinar,
Tapi mataku hanya mencari cahayamu.
Aku menulis surat yang tak pernah terkirim,
Ditelan tinta dan rasa yang tak bisa diungkap,
Kata-kata itu menumpuk di sudut hati,
Seperti pasir yang tertinggal di tepi pantai.
Kenangan itu masih hangat,
Seperti kopi pagi yang kau tinggalkan setengah,
Aku meminumnya perlahan,
Merasa kau masih di sini
walau sesaat.
Kadang aku bertanya pada cermin,
“Apakah dia juga merindukanku?”
Tapi cermin hanya diam,
Seperti hatiku yang tak berani menjawab.
Kau pernah bilang, jarak hanya angka,
Tapi mengapa dadaku sesak setiap malam?
Aku menghitung hari, tapi waktu menjauh,
Seperti kau yang perlahan jadi bayangan.
Aku mencoba melupakan caramu tertawa,
Tapi tawa itu melekat di telingaku,
Seperti lagu lama yang terus diputar,
Tanpa izin, tanpa ampun.
Kita seperti dua kota yang berbeda waktu,
Saat aku bangun, kau mungkin sedang tidur,
Dan dalam mimpiku, kita masih berbicara,
Hingga aku terbangun
dan sendiri lagi.
Aku menonton film yang dulu kita tonton,
Tapi layarnya hanya memantulkan kesepian,
Dialog-dialog itu terasa berbeda,
Karena tak ada suaramu yang menyela.
Kadang aku membenci jarak,
Tapi juga bersyukur
karena rindu ini,
Mengingatkanku betapa berartinya kau,
Sebelum kau benar-benar hilang.
Aku menyimpan baju yang pernah kau kenakan,
Aromanya sudah pudar, tapi bayanganmu belum,
Seperti hantu yang baik,
Kau datang tanpa diundang, pergi tanpa pamit.
Jika rindu bisa dikirim,
Mungkin sudah kubungkus dengan bintang-bintang,
Kukirim lewat angin malam,
Berharap kau merasakannya di sana.
Tapi rindu ini tetap di sini,
Menggumpal di dada, mengeras jadi diam,
Aku hanya bisa menatap langit,
Berbisik, “Aku merindukanmu.”
Mungkin suatu hari nanti,
Kita akan bertemu lagi,
Dan kau akan bertanya,
“Apakah kau merindukanku?”
Aku akan tersenyum,
Lalu menjawab dengan mata berkaca,
“Setiap detik. Setiap napas.
Bahkan saat aku mencoba tidak melakukannya.”
Sampai saat itu tiba,
Aku akan menulis puisi-puisi seperti ini,
Menyimpan rindu di antara kata,
Berharap suatu hari kau membacanya.
Karena rindu ini bukan kelemahan,
Tapi bukti bahwa kau pernah ada,
Dan meski kau jauh,
Kau masih mengisi ruang yang tak bisa diisi siapa pun.
Aku tahu, mungkin kau juga merasakan hal yang sama,
Atau mungkin tidak—
Tapi aku tak bisa berhenti,
Karena merindukanmu sudah jadi kebiasaan.
Jadi, sampai kita bertemu lagi,
Biarkan angin yang menyampaikan rinduku,
Biarkan malam yang membisikkan namamu,
Dan biarkan aku—masih di sini, mengingatmu.
Nah, itu dia puisi tentang rindu yang mungkin mewakili perasaan sebagian dari kalian. Semoga kalian yang sedang merindukan seseorang bisa kuat ya. Jarang memang memisahkan, tapi kalau memang jodoh, kalian pasti akan bertemu lagi. Sampai jumpa di puisi berikutnya!
Baca puisi lainnya disini: Kau Abai, Aku Pergi