JARAK DAN RINDU

Jarak dan Rindu

Diposting pada

Aku menulis surat di udara,
Dikirim angin, tak sampai jua.
Hanya layar ini yang mempertemukan,
Tapi mengapa rindu tetap menjalar ke tulang?

Kata-katamu hangat di telinga,
Tapi tanganku tak bisa menyentuh bahumu.
Kita seperti dua bintang bersaudara,
Bercahaya, tapi terpisah langit yang berbeda.

Setiap malam kubuka kamera,
Mencari bayangmu di balik piksel yang kabur.
Ah, andai saja jarak sependek jari,
Kutarik kau ke pelukanku sekarang juga.

“Besok kita ketemu,” katamu kemarin,
Tapi besok itu selalu jadi esok lagi.
Aku sudah hafal pola nafasmu lewat telepon,
Tapi lupa bagaimana hangatmu saat bersandar di dadaku.

Kadang kuusap layar ini,
Berharap rasa itu bisa tembus.
Tapi yang ada hanya kaca dingin,
Dan bayangmu yang tersenyum di baliknya.

Aku ingin menangis, tapi takut kau lihat,
Aku ingin marah, tapi takut kau pergi.
Jadi kusimpan semua di bawah senyum,
Seperti kita menyimpan rindu di antara kata “hai” dan “goodnight”.

Kau kirim emoji peluk,
Tapi mengapa kulitku tetap menggigil?
Kau bilang “aku di sini untukmu”,
Tapi mengapa kamar ini terasa lebih sunyi dari kuburan?

Aku benci jarak,
Tapi aku mencintaimu lebih dari itu.
Jadi kubuatkan istana dari janji-janji kita,
Tempat tinggal sementara untuk hati yang merana.

Tahukah kau?
Aku sudah menata kamar untukmu.
Ada kopi kesukaanmu di meja,
Dan baju hangat andalanmu di lemari.

Kadang aku membayangkan,
Suatu hari nanti alarm pagi bukan lagi chat-mu,
Tapi desah nafasmu di sebelahku,
Dan sentuhanmu yang membangunkanku.

Aku tahu, ini cuma soal waktu,
Tapi waktu itu seperti siput jalannya.
Aku ingin berlari menembus layar ini,
Memeluk erat sebelum kau lenyap jadi mimpi.

Jadi biarkan aku begini dulu,
Merindumu dalam diam, mencintaimu dari jauh.
Tapi janjikan satu hal padaku:
Bahwa nanti, kita tak akan lagi menulis rindu
kita akan hidup di dalamnya.